IMG : Lipstik TV |
Bukunya sih waktu itu udah gua beli, cuma pada akhirnya gak kebaca karena kesibukan gua menekuni profesi melamun. Sabtu Bersama Bapak sepertinya memiliki sedikit kesamaan dengan Kuch Kuch Hota Hai, dimana seorang anak yang ditinggal meninggal salah satu sosok orang tuanya, namun masih bisa menemuinya melalui media video. Jika yang film India itu yang meninggal ibunya, di film ini yang meninggal bapaknya.
Jadi... sebagaimana yang diceritakan oleh nasib, tersebutlah dua anak bernama Satya dan Saka yang ditinggal meninggal oleh bapaknya. Namun karena sang bapak tidak mau kedua anak-anaknya hidup tanpa bimbingan dari bapaknya, maka dibuatlah berbagai video yang merekam sang bapak memberikan berbagai nasehat dan petuah kepada anak-anaknya, yang akan membantu mereka dalam mengarungi kerasnya kehidupan di bumi pertiwi ini. Dan sejak kecil hingga dewasa rekaman-rekaman ceramah sang bapak menemani mereka sampai menjadi pribadi yang sukses, atau setidaknya seperti itu.
Boleh dibilang plot di atas pada kenyataannya bukanlah sebuah kisah utama. Karena yang akan anda saksikan selama film ini berlangsung adalah bagaimana kehidupan dari Saka danMargaSatya ini dalam menerapkan ajaran-ajaran sang bapak. Bagaimana kedua anak ini mengintepretasikan secara personal berbagai ajaran bapak dan menerapkannya dalam kehidupan dewasa mereka.
Secara personal sih gua kurang menyukai film ini dari beberapa aspek, walaupun gua sendiri menikmatinya. Aspek pertama yang gua kurang suka dari film ini adalah bagaimana film ini lebih memilih untuk menceritakan kehidupan kedua anak tersebut pada saat dewasa sementara sang bapak hadir sebagai pendukung saja. Entah versi novelnya juga demikian atau tidak (karena saya tidak selesai membacanya), sebenarnya akan lebih menarik lagi jika yang disajikan adalah bagaimana hubungan bapak dan anak yang unik ini berlangsung dari kecil hingga dewasa. Bagaimana Satya dan Saka mengintepretasikan pesan-pesan sang bapak dalam kehidupan mereka, yang mana biasanya masing-masing akan memiliki cara pandang berbeda dan bisa saja berujung konflik. Namun karena Tuhan dan Sutradara Monty Tiwa menginginkan hal yang berbeda, saya mah bisa apa atuh.
Aspek kedua adalah tidak semua karakternya berhasil dalam film ini. Saya pribadi lebih merasa karakter Saka yang diperankan oleh Deva Mahendra dan karakter "Neng" yang diperankan oleh Acha Septriasa lebih hidup dan lebih bisa menarik simpati penonton dibandingkan karakter yang lain. Mungkin ini karena kemampuan akting aktornya kali ya yang bagus, sehingga sanggup membuat kedua karakter tersebut memorable.
Aspek Ketiga dan yang mana ini cukup aneh bagi gua secara personal, adalah bagaimana flatnya akting kedua anak-anak dari pasangan Satya dan Neng. Sepanjang film kedua anak tersebut berakting dengan begitu flat, tanpa ekspresi, misterius bahkan sampai gua merasakan mistis. Kedua anak-anak tersebut tidak tampak "hidup" sepanjang film ini. Setiap ada adegan yang melibatkan kedua anak tersebut gua sempat berpikir bahwa kedua anak tersebut adalah hantu. Dan sempat tercipta juga sebuah plot di kepala gua bahwa sebenarnya Si Eneng ini dulu dua kali hamil dan dua kali juga keguguran, dan kenyataan itu tidak bisa diterima oleh pasangan ini sehingga memutuskan untuk menganggap kedua anak tersebut "ada" dan "berkembang". Dan dua jin mencoba mengambil manfaat dari kondisi psikologis Satya dan Neng yang stress itu dan menjelma menjadi kedua anak tersebut... Ngeri ya. Abis mau gimana lagi, gua kepikirannya begitu.
Aspek yang keempat adalah adanya masalah serius pada teknis film ini, khususnya bagian sound dialognya. Gua gak tau, entah kuping gua yang bermasalah atau gimana, namun rasanya sound dialog pada film ini tidak seperti film-film kebanyakan, agak gak jernih gimana gitu khususnya pada adegan-adegan di luar ruangan. Kemudian sinematografi dan format gambar yang disajikan juga khas FTV, sehingga membuat gua seperti sedang menonton FTV di layar besar dan bayar pula.
Namun terlepas dari itu, masih ada beberapa serpihan kebahagiaan yang bisa anda dapatkan ketika menonton film ini. Plot film ini masih bisa anda nikmati dari awal sampai akhir tanpa membuat anda merasa bosan atau jemu. Lalu tokoh Saka yang konyol, dan bagaimana beratnya Neng menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga pasti akan sukses membuat anda menaruh simpati kepada kedua tokoh ini. Dan akhirnya dengan ending yang sanggup membuat kita tersenyum merestui, film ini pun akan berakhir dengan indah. Nggak apa-apa lah untuk anda jadikan pilihan menonton ketika film-film seperti The Conjuring 2, The Legend of Tarzan, Finding Dory, Now You See Me 2 sudah anda tonton semua.
Jadi... sebagaimana yang diceritakan oleh nasib, tersebutlah dua anak bernama Satya dan Saka yang ditinggal meninggal oleh bapaknya. Namun karena sang bapak tidak mau kedua anak-anaknya hidup tanpa bimbingan dari bapaknya, maka dibuatlah berbagai video yang merekam sang bapak memberikan berbagai nasehat dan petuah kepada anak-anaknya, yang akan membantu mereka dalam mengarungi kerasnya kehidupan di bumi pertiwi ini. Dan sejak kecil hingga dewasa rekaman-rekaman ceramah sang bapak menemani mereka sampai menjadi pribadi yang sukses, atau setidaknya seperti itu.
Boleh dibilang plot di atas pada kenyataannya bukanlah sebuah kisah utama. Karena yang akan anda saksikan selama film ini berlangsung adalah bagaimana kehidupan dari Saka dan
Secara personal sih gua kurang menyukai film ini dari beberapa aspek, walaupun gua sendiri menikmatinya. Aspek pertama yang gua kurang suka dari film ini adalah bagaimana film ini lebih memilih untuk menceritakan kehidupan kedua anak tersebut pada saat dewasa sementara sang bapak hadir sebagai pendukung saja. Entah versi novelnya juga demikian atau tidak (karena saya tidak selesai membacanya), sebenarnya akan lebih menarik lagi jika yang disajikan adalah bagaimana hubungan bapak dan anak yang unik ini berlangsung dari kecil hingga dewasa. Bagaimana Satya dan Saka mengintepretasikan pesan-pesan sang bapak dalam kehidupan mereka, yang mana biasanya masing-masing akan memiliki cara pandang berbeda dan bisa saja berujung konflik. Namun karena Tuhan dan Sutradara Monty Tiwa menginginkan hal yang berbeda, saya mah bisa apa atuh.
Aspek kedua adalah tidak semua karakternya berhasil dalam film ini. Saya pribadi lebih merasa karakter Saka yang diperankan oleh Deva Mahendra dan karakter "Neng" yang diperankan oleh Acha Septriasa lebih hidup dan lebih bisa menarik simpati penonton dibandingkan karakter yang lain. Mungkin ini karena kemampuan akting aktornya kali ya yang bagus, sehingga sanggup membuat kedua karakter tersebut memorable.
Aspek Ketiga dan yang mana ini cukup aneh bagi gua secara personal, adalah bagaimana flatnya akting kedua anak-anak dari pasangan Satya dan Neng. Sepanjang film kedua anak tersebut berakting dengan begitu flat, tanpa ekspresi, misterius bahkan sampai gua merasakan mistis. Kedua anak-anak tersebut tidak tampak "hidup" sepanjang film ini. Setiap ada adegan yang melibatkan kedua anak tersebut gua sempat berpikir bahwa kedua anak tersebut adalah hantu. Dan sempat tercipta juga sebuah plot di kepala gua bahwa sebenarnya Si Eneng ini dulu dua kali hamil dan dua kali juga keguguran, dan kenyataan itu tidak bisa diterima oleh pasangan ini sehingga memutuskan untuk menganggap kedua anak tersebut "ada" dan "berkembang". Dan dua jin mencoba mengambil manfaat dari kondisi psikologis Satya dan Neng yang stress itu dan menjelma menjadi kedua anak tersebut... Ngeri ya. Abis mau gimana lagi, gua kepikirannya begitu.
Aspek yang keempat adalah adanya masalah serius pada teknis film ini, khususnya bagian sound dialognya. Gua gak tau, entah kuping gua yang bermasalah atau gimana, namun rasanya sound dialog pada film ini tidak seperti film-film kebanyakan, agak gak jernih gimana gitu khususnya pada adegan-adegan di luar ruangan. Kemudian sinematografi dan format gambar yang disajikan juga khas FTV, sehingga membuat gua seperti sedang menonton FTV di layar besar dan bayar pula.
Namun terlepas dari itu, masih ada beberapa serpihan kebahagiaan yang bisa anda dapatkan ketika menonton film ini. Plot film ini masih bisa anda nikmati dari awal sampai akhir tanpa membuat anda merasa bosan atau jemu. Lalu tokoh Saka yang konyol, dan bagaimana beratnya Neng menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga pasti akan sukses membuat anda menaruh simpati kepada kedua tokoh ini. Dan akhirnya dengan ending yang sanggup membuat kita tersenyum merestui, film ini pun akan berakhir dengan indah. Nggak apa-apa lah untuk anda jadikan pilihan menonton ketika film-film seperti The Conjuring 2, The Legend of Tarzan, Finding Dory, Now You See Me 2 sudah anda tonton semua.
Score : 5.5 / 10
Note : Tidak ada bukti otentik yang sanggup membuktikan kepada penonton bahwa video-video si Bapak ditonton setiap Sabtu. Tim Gabungan Pencari Fakta harus diturunkan untuk penyelidikan film ini.
regards,
There are 4 comments on post : Movie Review - Sabtu Bersama Bapak
Nonton g ya..:D
waduh.. score dari lu jelek bgt ya. hmmm... jd ga pengen nonton.. hehe
gw ga baca novelnya..
@Meutia Halida Khairani
Itu sebenernya gak jelek banget kok, cuma dibawah rata-rata aja. Karena jika tidak terlalu khawatir sama teknis dari film ini. Score filmnya naik jadi : 6.5
@Rose
Filmnya gak jelek-jelek amat kok. Masih oke untuk ditonton.
Post a Comment